Tumbuhan langka yang secara natural cakap “menambang” nikel dalam jumlah besar diduga tersembunyi dalam hutan Sulawesi. Kesanggupan alamiah tumbuhan itu ditemukan Aiyen Tjoa, yang adalah seorang spesialis biologi tanah dan dosen di Universitas Tadulako Sulawesi Tengah.

Dia menemukannya ketika menjelajahi sebuah kawasan pertambangan kecil di Desa Sorowako, Kecamatan Nuha, Luwu Timur, Sulawesi Selatan. Sejatinya, wilayah Sorowako dulunya yakni habitat bagi aneka jenis tumbuhan, beberapa besar tak bisa ditemukan di daerah lain, atau biasa disebut tumbuhan endemik.

Baca Juga : Binatang Endemik Sulawesi yang Sekarang Terancam Punah

Kawasan Tumbuhan Langka di Sulawesi

Dalam Journal of Geochemical Exploration 165 (2016) disebut bahwa kawasan ini kemudian menjadi salah satu wilayah pertambangan nikel terbesar di dunia, yang diperkirakan satu perusahaan tambang dapat mengekstraksi 5 persen dari pasokan nikel global.

Dipaparkan BBC (26/8/2020), Tjoa yang tiba di Sorowako pada 2004 memandang beberapa besar vegetasi telah dibabat habis, yang ketinggalan hanyalah tanah tandus dan jalan berdebu.

Padahal seperti itu, sebagian semak dan tunas pohon muda masih menonjol. Lalu Tjoa berupaya menemukan tumbuhan yang cakap menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar mereka yang kaya akan nikel. Bila ada, tumbuhan ini boleh jadi adalah “tumbuhan super” yang cakap mengabsorpsi nikel dari tanah dan menaruhnya dalam jumlah besar.

Potensi Tumbuhan Langka Di Sulawesi

Potensinya yakni tanaman kaya nikel ini dapat dipanen sebagai sumber nikel pilihan. Pendek kata, nikel dapat didapat tanpa wajib merusak ekosistem.

Nah, kesanggupan tumbuhan yang Tjoa peroleh pada 2008 itu kemudian diketahui sebagai tumbuhan hiper-akumulator nikel. Yang adalah sekelompok tumbuhan langka yang mampu menampung sekira 1.000 sampai 5.000 mikrogram nikel dalam satu gram daunnya.

Akan tapi kalau terlalu banyak nikel yang terserap, karenanya akan menjadi racun bagi tumbuhan itu. Berdasarkan Tjoa, tumbuhan pada biasanya menaruh serapan nikel pada tunas, daun, akar, ataupun getah.

Spesies Tumbuhan Langka Di Sulawesi

Soal tumbuhan yang masuk golongan hiper-akumulator, Tjoa menerangkan bahwa tumbuhan itu mempunyai kesanggupan untuk mengikat kelebihan nikel ke dalam dinding sel, atau pun menaruhnya di dalam vakuola, yaitu organel di dalam sel.

Sebagian spesies tumbuhan penyuka nikel seperti Alyssum murale, yang tumbuh subur di Italia, cakap mengabsorpsi sampai 30.000 mikrogram nikel per satu gram daun kering. Kemudian ada Phyllantus balgoyii yang awam ditemukan di Malaysia, yang mempunyai kandungan nikel betul-betul tinggi sampai getahnya berwarna biru kehijauan cemerlang.

Sejauh ini, dalam catatan The University of Queensland ada sebanyak 450 spesies tumbuhan penyerap nikel sudah didokumentasikan di segala dunia. Kebanyakan dari mereka justru tumbuh pada tanah yang mempunyai elemen nikel sedikit, seperti di Kuba (130 spesies), Eropa selatan (45 spesies), Kaledonia Baru (65 spesies), dan Malaysia (24 spesies).

Pada mulanya Tjoa berpendapat cukup aneh bahwa cuma sedikit tumbuhan seperti itu ditemukan di Indonesia, meskipun Indonesia mempunyai simpanan nikel terbesar di dunia. Akan tapi dia kemudian berkesimpulan bahwa bukan sedikit tumbuhan itu ada di Indonesia, tapi tidak banyak yang mencari tahu soal eksistensi tumbuhan itu. Artinya, ada potensi wisatasulawesi.com tumbuhan-tumbuhan serupa yang bakal ditemukan nantinya.

Keistimewaan tumbuhan hiper-akumulator nikel yakni mereka cakap mengumpulkan sesuatu yang adalah polutan seandainya konsisten berada di tanah, tetapi pada ketika yang sama–polutan hal yang demikian–adalah material yang berharga.

Penelitian Tumbuhan Langka Di Sulawesi

Dikala Tjoa menerima izin dari perusahaan tambang di Sorowako, dia kemudian mendanai proyeknya sendiri. Tidak kurang selama empat tahun dia wajib bolak-balik ke Sorowako tanpa hasil yang memadai, sampai kemudian baru pada 2008 dia menulai hasil.

Dia menyebut, salah satu alasan kenapa penelitian yang dikerjakannya cukup lama yakni sebab tumbuhan hiper-akumulator secara jasmaniah nampak lazim-lazim saja. Tumbuhan baru dapat digolongankan sebagai hiper-akumulator sesudah dijalankan sebuah percobaan simpel.

Yakni Antony van der Ent, spesialis ekofisiologi dari Universitas Queensland yang mempelajari tumbuhan hiper-akumulator nikel, dan menemukan sistem yang gampang untuk mengenal apakah sebuah tanaman mengabsorpsi nikel atau tak. Caranya dia memakai kertas deteksi untuk mengetes kandungan nikel pada tumbuhan.

Van der Ent memang bukan orang baru di dunia penelitian tumbuhan, dalam bukunya Plant and Soil (2013), dia menjabarkan kandungan tumbuhan yang meliputi aspek dasar dan terapan gizi mineral, kekerabatan tumbuhan-air, interaksi simbiosis dan patogenik tumbuhan-mikroba, anatomi dan morfologi akar, biologi tanah, ekologi, agrokimia dan agrofisika.

Salah satu cara paling tepat sasaran untuk menganalisis seberapa tinggi kadar nikel pada tumbuhan, yakni dengan menjalankan pengecekan ke lab. Tumbuhan dikeringkan dan kemudian diperiksa memakai cahaya-X untuk mengenal respons kekuatan yang dipancarkan oleh atom nikel.

Van der Ent malah pernah menjalankan simulasi hitungan, bahwa tumbuhan hiper-akumulator seperti Phyllantus balgoyii dapat memproduksi sekitar 120 kilogram nikel per hektare dalam kurun setahun. Ini seimbang dengan skor 1.754 dolar AS (harga pasar global nikel per hektare), atau seimbang Rp26,1 juta–pada kurs ketika ini.

Mengekstraksi nikel lewat tumbuhan dapat dijalankan dengan memanen tunas, lalu membakarnya, sehingga nikel kemudian bisa dipisahkan dari abu.

Cara ini memang melibatkan pelepasan karbon dioksida (CO2) lewat cara kerja pembakaran, tetapi penanaman kembali tumbuhan hiper-akumulator nikel dapat dianggap sebagai kesibukan karbon netral. Kaprah-kita demikian penjelasannya pada BBC.
“Semua karbon yang dilepaskan dari cara kerja pembakaran bakal dicokok lagi oleh tumbuhan yang baru tumbuh dalam sebagian bulan,” jelasnya.

Dukungan Penelitian Tumbuhan Sulawesi

Tumbuhan hiper-akumulator nikel yang ditemukan Tjoa sesudah meneliti selama 4 tahun (2004-2008) yakni Sarcotheca celebica, dan Knema matanensis. Dalam catatan LIPI, dari 11 variasi Sarcotheca yang ada di dunia, delapan di antaranya bisa ditemui di Indonesia dan ditemukan tumbuh di kawasan Sumatra, Kalimantan, dan Sulawesi. Sementara variasi Sarcotheca celebica yang tumbuh di Sulawesi, berdasarkan peneiti variasi ini diungkapkan sebagai tumbuhan endemik.

Sementara untuk Knema matanensis, seperti dibeberkan Earth.com yakni spesies tumbuhan dalam keluarga Myristicaceae yang juga adalah tumbuhan endemik Pulau Sulawesi.

Di lab, dia mendapati kedua tumbuhan ini bisa menaruh antara 1.000 sampai 5.000 mikrogram nikel per satu gram daun kering. Pada ambang batas ini, secara ekonomis tumbuhan akan dapat dipanen untuk diekstrak kandungan nikelnya, atau dengan kata lain ‘Phytomining’.

Penelitian Tjoa ini kemudian menarik perhatian Satria Arif, guru besar di bidang kemagnetan batuan dari Institut Teknologi Bandung (ITB). Kala itu Satria sedang mencari penelitian yang relevan seputar kekerabatan geologi dan ekologi di Sulawesi. Dia malah segera merespon saat mendapati penelitian seputar phytomining yang dijalankan Tjoa dan Van der Ent.

Kemudian Satria mencoba kolaborasikan seputar keahliannya di bidang kemagnetan, apakah dapat mempercepat cara kerja penelitian hal yang demikian. Sebab tumbuhan hiper-akumulator mengandung logam dalam jumlah tinggi, karenanya tentu abunya akan bereaksi pada magnet berakhir daunnya dibakar.

Lewat sejumlah penelitian itu, ada hal yang menonjolkan serapan nikel, zat besi, dan logam oleh tumbuhan. Bersama Tjoa, Satria kemudian merancang eksperimen untuk memandang apakah sifat magnetis ini meningkat seiring dengan banyaknya nikel yang terserap.

Dengan membandingi abu dari tumbuhan hiper-akumulator yang telah secara khusus dahulu ditemukan (Alyssum murale dan Alyssum corsicum) dengan 10 tanaman absah dari Sulawesi dan Halmahera, mereka menemukan hasil positif. Salah satu tumbuhan lokal ini mengandung nikel dan kandungan besi tinggi.

Dua spesies ini dapat mengakumulasi 2.600-2.900 mikrogram nikel dalam satu gram daun. Padahal penelitian ini masih dalam tahap permulaan, Satria mau penemuan kreatif mereka dapat meyakinkan orang soal keseriusan cara Phytomining.